Alea, remaja enam belas
tahun yang berulang tahun setiap bulan Januari tidak pernah berharap Tuhan
mendatangkan sahabat seperti serigala hutan dan kupu-kupu gelap yang hinggap di
wajahnya. Tidak pernah ada yang tahu bahwa ia akan divonis lupus pada tahun
2014 bertepatan saat ia duduk di kelas tiga untuk menghadapi Ujian Nasional.
Awalnya ia marah pada
Tuhan, mengapa harus dirinya yang menanggung beban hidup yang datang keroyokan
seperti air hujan di awal musim hujan. Mengapa Tuhan tidak menarik Papanya
ketika Papanya memutuskan untuk menikah lagi? Meninggalkan keluarga untuk waktu
yang lama dengan kondisi seorang Alea yang divonis yang kata ia itu adalah penyakit terkutuk? bukankah Tuhan Maha
Membolak-balikkan hati? Dimana keadilan Tuhan? Dimana pembelaan Tuhan ketika ia
dijauhi oleh mereka karena penyakit seribu wajah ini?
Kalau bisa ia
bernegosiasi pada Tuhan, ia lebih memilih untuk hidup sederhana seperti dahulu
dengan keluarga yang utuh. Tidak ada kebencian di tengah-tengah mereka. Tidak
ada benda-benda yang mendadak menjadi hantu terbang kesana-kemari. Tidak ada
itu yang namanya,
Aku
seperti tidak memiliki Papa. Jasadnya aku miliki, tetapi jiwanya sudah milik
“jangkrik” lain. Wanita yang paling ku benci dalam hidup, yang datang tiba-tiba
merenggut Papa dan menghancurkan keluargaku. Membuat Mama seperti mayat hidup dengan
bayang-bayang kebimbangan dalam setiap langkahnya.
Aku benci wanita itu!
Tapi
aku sadar, kebencian terhadap sesuatu hanya mendatangkan kebencian-kebencian
yang lain. Hidupku menjadi tidak damai, jiwaku kosong. Aku berjalan ke arah
Tuhan, dan Tuhan berlari dengan tersenyum ke arahku. Membangunkanku dari mimpi
buruk kehidupan. Menyadarkanku dengan lentera yang membawaku ke titik terang. Memberiku
banyak pelajaran dari apa yang terjadi di sekililingku. “Seandainya, aku
mengetahuinya sejak awal,” tapi itu bukanlah suatu jawaban.
Dan
aku pikir, ada banyak hal dalam hidup ini yang tidak dapat kita pahami. Cukup
dengan kita lihat seperti apa Tuhan dengan indahnya melukis kehidupan setiap
orang. Dan aku percaya, Pelangi yang indah berawal dari awan yang gelap. Elang,
Doni, dan sahabat-sahabatku yang setia menjadi pelangi kala hujan itu reda.
Rasanya, ingin sekali meminta kepada Tuhan untuk mengirimkan hujan berkali-kali
agar pelangi yang ku dapat semakin banyak.
Terimakasih Tuhan, atas perjalanan
hidup yang menyenangkan :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar