Nama : Prastika Dwi Kusumah
Kelas : XI
MIA 5
Cerita Pendek
Bertemakan Remaja
SMAN 1 Cikampek
*catatan : Silahkan Copy-Paste cerpen ini dengan
mencantumkan sumbernya. Mohon maaf jikalau ada kata-kata yang kurang berkenan
sebab saya masih penulis amatiran. Do’akan agar tulisan saya semakin hari
semakin baik.
Istana Mungil
Sang surya telah bangun dari peraduan.
Membangkitkan semangat hidup kisah seorang perempuan. Sebuah kisah untuk orang
terkasih. Tokoh utama belum berakhir. Permainan ini belum selesai. Janganlah
benci pemain, bencilah pada permainannya. Ia masih berpetualang dalam keheningan.
Membisu dengan perasaannya hingga waktu berkenan untuk mempertemukannya. Namun
Tuhan berkehendak lain, kisahnya berakhir dengan kelam dalam sebuah istana mungil.
Sebuah istana yang di penuhi rumput hijau, bertuliskan sebuah nama, “Feliga
Resta Salsabila”.
Ku tatap langit-langit kamar ku yang seolah-olah
memutar mutar di atas kepalaku. Pusing sekali rasanya. Menurutku, kamar adalah tempat yang paling
nyaman untuk istirahat, galau, dan lain sebagainya. Langsung saja ku sergah
handphone-ku yang sedari tadi bergetar karena terdapat pemberitahuan dari
twitter ku. Tak ada yang penting, hanya mention yang berisi Retweet-an saja.
Sesaat aku teringat dengan Nuga. Segera aku scroll timeline dan searching
sebuah nama di papan ketik handphone ku. " @NugaClasena ",
itulah username twitter sosok lelaki yang aku cintai dalam diam. Di timeline
nya, tak ada kabar terbaru. “Kemana Nuga? mengapa ia tidak sekolah hari
ini?Apakah dia sakit?”, batinku. Anak basket yg membuat hatiku selalu bergetar
jika disampingnya ini, membuat ku khawatir tingkat dewa. Kadang, sering
terselip di benakku "mengapa aku mengkhawatirkannya?memang aku
siapanya?". Sesekali aku menitihkan air mata. Mencintai dalam diam itu
sungguh menyakitkan. Sungguh, aku tak tahu harus bagaimana lagi. Bagiku, selama
aku mampu menyimpan rasa ini, aku akan terus memendamnya sampai kapanpun. Aku
yakin, jikalau Tuhan menyatukanku dengan ia suatu saat nanti, pasti semuanya
akan terjawab. Aku tak ingin kata yang tidak halal untuk aku ucapkan, terucap begitu saja kepada yang belum halal
untukku.
“Pulang bareng yuk?” seru Arga kepadaku. Seorang
cowok bertubuh idealis yang di sukai oleh banyak perempuan di sekolah. Dia
seniorku, satu tingkat berada diatasku. “Hmmm tidak usah kak. Aku sudah di
tunggu Nisa di depan gerbang sekolah. Sebaiknya kakak pulang duluan saja. Aku
akan baik-baik saja bersama Nisa” jawabku. Begitulah seorang Arga. Dia seperti
kakak ku saja. Dia begitu perhatian terhadapku. Akhirnya Arga meninggalkanku
perlahan dan dari kejauhan ia terlihat melambaikan tangannya ke arahku. Aku
selalu menolak ajakannya, aku bosan dengan bibir manis kaka senior perempuanku
yang dengan seenaknya memarahiku karena seringkali ia melihatku bericara dengan
Arga. Selain itu,aku tidak akan pulang bersama yang bukan mahramku. Mungkin
Arga belum mengetahui tentang ini. Di saat yang tepat, aku akan menjelaskan
semuanya. Bagaimana adab bergaul dengan lawan jenis. Kabarnya, Arga menyukaiku
sejak awal MOS. Selain basket, dia pun aktif di berbagai organisasi lainnya. Entahlah,
apa aku salah karena selalu menolaknya? Aku mengetahui semuanya, dengan cara
aku menolak ajakannya aku kira perlahan-lahan dia akan mengerti bahwa aku lebih
baik menjadi temannya saja.Ternyata tidak, malah ia lebih berusaha mendekatiku
dan ia lah yang selalu mengulurkan tangannya untuk membantuku tanpa ku minta.
Malam ini dingin sekali. Handphone- ku bergetar.
“Besok pulang bersamaku ya. Feliga tidak lupa dengan hari ulang tahunku bukan?
Jangan lupa bawa jaket dan izin terlebih dahulu kepada mamahmu. Teman-temanku
ikut memeriahkan hari bahagiaku. Kamu bisa kan?” Pesan Blackberry dari Arga itu aku baca berulang-ulang. Hampir saja lupa.
Besok adalah hari ulang tahunnya. Mungkin aku terlalu sibuk dengan perasaanku
pada Nuga sehingga aku lupa dengan ulang tahun Arga
.
“Aku belum menyiapkan apa-apa. Acara kaka pasti
penuh dengan teman-teman kaka. Aku harap, tidak akan terulang kembali peristiwa
tahun lalu.” Balasku dengan cepat. Peristiwa yang memalukan menurutku. Dimana
aku di jahili oleh teman-teman Arga di acara ulang tahunnya. Siapa yang ulang
tahun, siapa juga yang di jahili. Karena itu, aku sempat di rawat karena
penyakit ku kambuh. Penyakit yang bahkan seorang Arga pun tidak mengetahuinya.
Aku memang sengaja tak memberitahu siapapun kecuali sahabatku, Nisa. Dari luar,
aku terlihat seperti anak yang sehat, tidak lemah, dan orang pun tidak akan
menyangka bahwa aku menderita penyakit berbahaya itu.
“Hadirmu lebih penting. Aku sangat berharap kamu
datang di hari bahagiaku, Fel.” Balasnya dengan cepat. Aku hanya membaca pesan
Blackberry itu. Tak lama kemudian, satu pesan muncul lagi. “Oh ya, ajak Nisa.
Aku tahu, kamu hanya bisa pergi ketika Nisa bersamamu. Biarkan Nisa berangkat
dengan temanku. Aku tunggu di depan perpustakaan sepulang sekolah.”
Lagi- lagi aku hanya membaca pesan Blackberry itu.
Lagi- lagi aku hanya membaca pesan Blackberry itu.
Bagai tombak yg melesat jatuh tepat di dadaku
hingga menghujam jantungku. Bisa dibilang saat ini aku dilanda galau. Yak
peduli apa katamu. Yang aku tau, hati ku terasa perih.. Tergores sudah hatiku
karenanya; Nuga. Deg. Krek. Srek. Saat ku scroll timeline Nuga aku menemukan
pandangan yang sangat mengejutkan buatku. Tangisan itu tak terbendung lagi.
Yaaaa aku menangis! Tidak. Ini memang fakta. Rasanya sakit sekali. Entah, apa
benar Nuga telah memiliki kekasih? Tapi siapa?hatiku bertanya-tanya. Air mataku
jatuh tak tertahan. Entah mengapa sebuah tweet Nuga yang ia retweet dari
@dwitasaridwita membuat air mataku mengalir dengan derasnya. Ditambah dengan
suasana kamar yang sepi. Sendiri. Menangis. Tak ada orang lain yang tahu, hanya
aku dan Sang Pencipta.
"Tuhan, aku harus bagaimana? Tolong, jikalau ia memang
bukan untukku, hilangkan lah rasa ini terhadapnya. Sungguh, aku belum mampu
menjadi seorang Fatimah yang cintanya dalam diam. Rasanya ingin meledak. Aku
ingin dia mengetahui semuanya. Aku ingin dia tau, bahwa aku menyukainya. Selama dua tahun sudah aku mengaguminya. Dan
rasa itupun semakin tumbuh hingga kini. Tuhan, sakit sekali rasanya memendam
semua ini. Sungguh, aku bukan perempuan yang jahat, yang menumpahkan semuanya
disaat statusnya terikat dengan perempuan lain. Egois. Aku tak seperti itu .
Namun, aku hanya perempuan biasa. Perempuan yg memendam rasa nya terhadap lawan
jenis yang ia sukai dalam diam selama dua tahun. Dua tahun aku mengaguminya,
dua tahun pula aku tersiksa. Tersiksa karena rasa itu. Rasa yang seharusnya
tidak ada. Rasa yang seharusnya aku buang jauh-jauh. Rasa yang seharusnya tidak
tumbuh hingga kini.
Ya Tuhan, Hamba-Mu ini lemah. Saat ini hamba hanya bisa
meringis , terisak, dan memohon kepada-Mu. Aku yakin Kau pasti dengar. Aku
yakin Kau pasti menghitung seberapa banyak air mata yang jatuh berlinang saat
ini. Aku ingin yang terbaik ya Tuhan. Karena aku tau, sampai kapan pun rasa itu
harus terbungkus rapi dan tersimpan di dalam hati yang paling dalam untuk tidak
di ungkapkan kepada ia;Nuga. Ia bukan mahramku. Dan aku tak ingin mengatakan
kata anugerah itu kepada yang bukan halalku. Aku bingung." Air mata
itu terus mengalir deras di pipiku dalam rapalan doaku.
Kau tau?
Itu memang resiko mencintai dalam diam. Kadang, kita harus merelakan ia untuk
perempuan lain. Perempuan yang belum tentu menjadi jodohnya. Tak ada kata
lain selain "sakit" saat ini. Hanya tangisan yang berbicara. Hanya dalam
rapalan doa aku menumpahkan segalanya kepada-Nya.
Keesokan harinya saat jam istirahat..
"Apa cakepnya sih Nuga?apa yg buat lo
segitunya sama Nuga?Dia itu biasa aja. Kok lu bisa suka?Apa karena dia anak
basket huh? Selera lo aneh banget Fel!" gerutu Hana.
"Aku menyukainya karena.... halah peduli amat sih? Mau dia anak basket kek, futsal kek, rohis kek, atau apapun itu aku tak peduli. Aku hanya merasa nyaman saat memerhatikannya walaupun dalam kejauhan. Kau tau? Sepertinya ia menyukai warna merah. Lihat saja di tangannya. Ia tak pernah melepas gelang berwana merah itu dari tangannya. Jaket merahnya juga. Aissshh coba kau perhatikan. Nuga itu "Tiada hari tanpa jaket". Dia selalu memakai sweater. Aku sangat suka ketika ia memakai sweater berwarna merah. Bagiku, warna merah itu Elegan. Apalagi kalau Nuga yg memakainya.Aku suka semua yang ada pada dirinya. Termasuk mengagumi dia dalam diam”, tukasku.
"Aku menyukainya karena.... halah peduli amat sih? Mau dia anak basket kek, futsal kek, rohis kek, atau apapun itu aku tak peduli. Aku hanya merasa nyaman saat memerhatikannya walaupun dalam kejauhan. Kau tau? Sepertinya ia menyukai warna merah. Lihat saja di tangannya. Ia tak pernah melepas gelang berwana merah itu dari tangannya. Jaket merahnya juga. Aissshh coba kau perhatikan. Nuga itu "Tiada hari tanpa jaket". Dia selalu memakai sweater. Aku sangat suka ketika ia memakai sweater berwarna merah. Bagiku, warna merah itu Elegan. Apalagi kalau Nuga yg memakainya.Aku suka semua yang ada pada dirinya. Termasuk mengagumi dia dalam diam”, tukasku.
“Bagaimana
dengan Kak Arga Fel? Cowok setampan itu selalu lo hindari? Lo tipe
ceweknya banget. Dia selalu ngejar-ngejar lo kan? Dan lo gak ngerespon
sedikitpun? Kalau gue jadi lo gue bakal respon balik. Sementara Nuga, lo gak
tau perasaan dia bagaimana ke lo. Yang pasti-pasti ajalah Fe”, Timbal Nisa.
“Nis, rasa suka itu gak bisa di paksa. Kamu tahu
kan, jauh sebelum aku mengenal Kak Arga, hatiku sudah jatuh terhadap dia. Dia
yang selama ini mengisi hatiku.” Jawabku sembari melihat ke arah Nuga yang
duduk di depan kantin. Dia tak kalah keren dengan Arga. Sama-sama anak basket
yang di gandrungi oleh perempuan. Aku sangat cemburu melihatnya. Arga mengetahui
bahwa aku menyukai Nuga. Aku tak habis pikir mengapa ia masih berusaha
mengejarku sedangkan dia tahu, bahwa aku tidak akan berpacaran sebelum janji
suci terucap.
Bel pulang berbunyi. Langsung aku rapihkan meja ku dan ku masukkan buku-buku
pelajaran yang berat itu. Aku sudah menunggu Arga di depan perpustakaan bersama
sahabatku, Nisa.
“Hey, sudah lama ya? Maaf ya, tadi pelajaran terakhir guru killer.
Ngaret banget pulangnya”, seru Arga yang tiba-tiba hadir di depanku. “Iya,
tidak apa-apa kak. Mana temanmu yang akan mengantarkan Nisa?”, tanyaku. “Tuh,
yang pakai jaket biru. Sebentar lagi dia kesini kok. Tunggu disini aja ya Nis.
Aku duluan ya sama Feliga”, kata Arga. “Ok, kak”, jawab Nisa singkat. Aku
tersenyum kecut pada Nisa. Terpaksa aku pergi bersama yang bukan mahramku.
Namun, aku tetap menjaga jarak di motornya. Arga menyuruhku untuk terlebih
dahulu berjalan. Dia bilang “Perempuan itu harus di jaga. Kalau kamu tidak mau
berjalan di depanku, biarkan aku menjagamu di sampingmu Fel”. Arga tertawa
kecil.
Sampai di Gedung Serba Guna..Acaranya meriah
sekali. Mataku menyapu ruangan. Aku lupa, Arga kan anak basket, tentu saja
banyak anak basket disini. Nuga diundang gak ya?gerutuku. Ucapan selamat tak
henti-hentinya diucapkan untuk Arga. Saat aku melihat tepat ke arah pintu,
jaket merah yang sangat aku kenali berjalan ke arah Arga yang berdiri di
sampingku. “Selamat ulang tahun bro! Semoga doi lo peka ya hahaha”, Nuga
tertawa sambil melihat ke arahku. Aku hanya menganggapnya dengan tatapan biasa
saja. Padahal, aku merasakan getaran hebat saat matanya bertemu dengan mataku.
Arga melihat ke arahku dengan perasaan aneh. Acara berjalan dengan lancar.
Menjelang akhir acara, Arga berbisik padaku. “Ikut ke taman yuk, ada yang ingin
aku bicarakan terhadapmu Fel.” Ada apa dengan Arga?batinku. “ Oh iya”, kataku.
Di taman..
“Mau dimulai darimana dulu? Dari soal Nuga atau
Arga?” ledeknya. Aku hanya tersenyum. Aku lipat kedua tanganku di bawah dagu ,
bersiap untuk mendengarkan apa yang akan ia bicarakan. “Baiklah, kali ini aku
ingin serius berbicara denganmu.Aku sudah lama menyukai adik kelas. Aku
menyukainya dari awal aku melihatnya. Dia terlihat agamis, itu tipe cewekku
banget. Setiap kali aku dekati, dia seringkali menghindar. Selama ini aku
mencari tahu tentangnya lewat sahabatnya bernama Nisa. Dia sosok cewek yang
periang. Jujurlah, mengapa matamu sembab? Aku bisa melihatnya Fel.” Tanya nya.
“ Ku mohon, jangan menatapku seperti itu kak. Aku mengetahui kakak menyukaiku.
Nisa pun menceritakan semuanya. Dan aku pun tahu, bahwa kaka mengetahui kalau
aku menyukai Nuga. Aku salut denganmu, kak! Kakak masih berusaha mendekatiku
disaat kakak telah mengetahui aku menyukai teman dekatmu sendiri, Nuga. Aku
menyukainya sudah dua tahun. Jauh sebelum aku mengenal dirimu, kak. Satu yang
tak pernah Nisa ceritakan kepadamu, aku tak akan pernah berpacaran sebelum
janji suci terucap di depan ayahku. Aku selalu menunggu Nuga. Aku tahu itu
sangat sakit untukmu. Maafkan Feliga, selama ini kakak baik sekali. Namun
Feliga hanya menganggap kakak sebagai
teman, tidak lebih.” Aku menjelaskannya dan tersadar bahwa aku meneteskan air
mata. Aku merasakan tubuhku mulai melemah. Pusing melandaku. Namun aku tahan
sebisa mungkin.
“Hapus airmatamu sekarang. Maafkan aku telah
membuatmu menangis. Maafkan aku yang selalu mendekatimu. Sekarang aku mengerti,
mengapa kamu selalu menjauhiku dan menolak ajakan untuk pulang bersamaku. Fel,
Nuga menyukaimu.” Seru Arga. Dalam keadaan mataku yang hampir kabur, aku sempat
melihatnya menitihkan air mata. “Ja….”, belum sempat aku menyelesaikan
kalimatku, aku jatuh tersungkur tidak sadarkan diri.
Di rumah sakit..
“Fel, aku benci terhadapmu. Mengapa kau tak
memberitahuku tentang Leukimia ini?”, Tanya Arga. “Maaf. Aku hanya tak ingin
memberatkan siapapun tentang penyakitku
ini. Hanya Nisa lah yang aku beritahu. Kak, jangan coba menghiburku dengan
kata-katamu di taman. Nuga sama sekali tak pernah berbicara satupun kepadaku.
Mustahil itu terjadi.” Arga menatapku nanar. “Maafkan aku, karena aku tak
pernah menyampaikannya padamu. Aku kira di saat hari ulang tahunku lah waktu
yang tepat untuk mengatakannya. Aku egois. Aku tak ingin kamu tahu bahwa Nuga
memiliki perasaan yang sama terhadapmu. Saat itu aku cemburu. Nuga pun tidak
tahu kalau aku menyukaimu. Ia baru mengetahuinya setelah kau masuk rumah sakit
sebab di taman kau pingsan secara tiba-tiba. Dia tak kalah khawatirnya dariku.
Sekali lagi, maafkan aku. Aku akan memanggil Nuga kesini untuk menjelaskan
semuanya. Siapapun pilihanmu itu pasti yang terbaik. Jangan menyerah dengan
penyakit ini. Kamu perempuan terkuat yang pernah aku kenal.” Matanya masih
menatapku. “Kak, aku menyayangimu seperti aku menyayangi kakak ku. Aku
mencintaimu karena Allah. Berubahlah, cari ilmu agama sebanyak-banyaknya agar
kaka lebih banyak tahu.” Arga hanya mengangguk dan tersenyum.
Pintu terbuka. Nuga berjalan ke arahku. Lalu dia
tersenyum dan membuka dengan sebuah pertanyaan. “Bagaimana keadaanmu sekarang
Fel? Aku yakin kamu perempuan kuat. Tolong, jangan kecewakan aku. Apa yang di
ceritakan oleh Arga adalah benar. Aku pun selalu menunggumu. Aku ingin
membiarkanmu mengejar citamu. Sengaja aku memendam semuanya karena aku tak
ingin mengusik kehidupanmu. Inilah pertama kalinya aku berbicara terhadapmu.
Karena selama ini aku tak mampu berbicara terhadapmu langsung karena hatiku
selalu bergetar saat aku di dekatmu. Aku kesal saat Arga di dekatmu. Saat ia
selalu ada untukmu. Mengapa bukan aku? ” Inilah pertama kalinya aku melihat
seorang lelaki yang selama ini ku cintai dalam diam mengutarakan perasaannya.
Berbicara dengan meneteskan air matanya.
“Nuga, ketahuilah aku pun memiliki perasaan yang sama terhadapmu. Dua tahun aku memendamnya. Jangan menyesali semuanya. Karena ini memang sudah jalannya. Aku kira, kamu sudah memiliki kekasih hahahaha aku melihatnya di tweet mu hehe.. Soal Arga, dia pernah mengutarakan perasaannya padaku. Dia sudah aku anggap sebagai kakak ku. Dia sangat perhatian padaku tidak seperti kamu yang bahkan melirikku saja tidak”, jelasku. “Oh twitku yang itu. Itu hanya kejahilan ku saja. Apa yang aku retweet bukan berarti itu adalah aku, kan? Sekarang bagaimana inginmu?”, sergah Nuga. “Tolong panggilkan semua yang diluar. Bilang pada mereka, masuklah aku ingin berbicara.” Kataku terbata-bata.
Semua orang berkumpul mengelilingiku di dalam
ruangan itu. Ada keluargaku, sahabatku, Nuga, dan Arga. “Semuanya, Feliga gak
bisa lama-lama. Maafkan Feliga karena mengecewakan kalian semua. Jadilah lebih
baik sepeninggal Feliga. Jangan ada yang menangisi kepergian Feliga. Feliga
akan senang disana melihat kalian tersenyum”. Semua orang di ruangan itu
menangis mendengarnya. Ku lihat Arga dan Nuga pun menangis. “Kak Arga dan Nuga..
rukunlah kalian sepeninggal Feliga pergi. Anggap saja Feliga hanya bagian dari
kisah perjalanan hidup kalian. Jangan berat hati untuk menggantikan cinta itu.
Ada milyaran perempuan di luar sana yang lebih baik dariku. Aku menyayangi
kalian karena Allah. Berubahlah karena Allah. Aku ingin kita semua berkumpul di
akhirat kelak”, aku tersenyum dan itu adalah senyuman terakhir untukku pada
semua orang. Aku berada di tempat yang
baru pertama aku kunjungi. Pemandangannya sangat indah. Dari kejauhan bidadari
melambaikan tangannya ke arahku. Aku menyambutnya dan aku berjalan
mengikutinya. Di saat itu juga ECG menampilkan bahwa detak jantungku tak lagi
normal. Berhenti. Aku tertidur untuk selamanya dalam istana mungilku yang
dipenuhi rumput hijau bertuliskan sebuah nama, “Feliga Resta Salsabila.”