Rabu, 01 Oktober 2014

Cerita Pendek Bertemakan Remaja



Nama : Prastika Dwi Kusumah
Kelas  : XI MIA 5      
Cerita Pendek Bertemakan Remaja
SMAN 1 Cikampek
*catatan : Silahkan Copy-Paste cerpen ini dengan mencantumkan sumbernya. Mohon maaf jikalau ada kata-kata yang kurang berkenan sebab saya masih penulis amatiran. Do’akan agar tulisan saya semakin hari semakin baik.  

Istana Mungil

Sang surya telah bangun dari peraduan. Membangkitkan semangat hidup kisah seorang perempuan. Sebuah kisah untuk orang terkasih. Tokoh utama belum berakhir. Permainan ini belum selesai. Janganlah benci pemain, bencilah pada permainannya. Ia masih berpetualang dalam keheningan. Membisu dengan perasaannya hingga waktu berkenan untuk mempertemukannya. Namun Tuhan berkehendak lain, kisahnya berakhir dengan kelam dalam sebuah istana mungil. Sebuah istana yang di penuhi rumput hijau, bertuliskan sebuah nama, “Feliga Resta Salsabila”.

Ku tatap langit-langit kamar ku yang seolah-olah memutar mutar di  atas kepalaku. Pusing sekali rasanya.  Menurutku, kamar adalah tempat yang paling nyaman untuk istirahat, galau, dan lain sebagainya. Langsung saja ku sergah handphone-ku yang sedari tadi bergetar karena terdapat pemberitahuan dari twitter ku. Tak ada yang penting, hanya mention yang berisi Retweet-an saja. Sesaat aku teringat dengan Nuga. Segera aku scroll timeline dan searching sebuah nama di papan ketik handphone ku.  " @NugaClasena ", itulah username twitter sosok lelaki yang aku cintai dalam diam. Di timeline nya, tak ada kabar terbaru. “Kemana Nuga? mengapa ia tidak sekolah hari ini?Apakah dia sakit?”,  batinku.  Anak basket yg membuat hatiku selalu bergetar jika disampingnya ini, membuat ku khawatir tingkat dewa. Kadang, sering terselip di benakku "mengapa aku mengkhawatirkannya?memang aku siapanya?". Sesekali aku menitihkan air mata. Mencintai dalam diam itu sungguh menyakitkan. Sungguh, aku tak tahu harus bagaimana lagi. Bagiku, selama aku mampu menyimpan rasa ini, aku akan terus memendamnya sampai kapanpun. Aku yakin, jikalau Tuhan menyatukanku dengan ia suatu saat nanti, pasti semuanya akan terjawab. Aku tak ingin kata yang tidak halal untuk aku ucapkan,  terucap begitu saja kepada yang belum halal untukku.               
     
“Pulang bareng yuk?” seru Arga kepadaku. Seorang cowok bertubuh idealis yang di sukai oleh banyak perempuan di sekolah. Dia seniorku, satu tingkat berada diatasku. “Hmmm tidak usah kak. Aku sudah di tunggu Nisa di depan gerbang sekolah. Sebaiknya kakak pulang duluan saja. Aku akan baik-baik saja bersama Nisa” jawabku. Begitulah seorang Arga. Dia seperti kakak ku saja. Dia begitu perhatian terhadapku. Akhirnya Arga meninggalkanku perlahan dan dari kejauhan ia terlihat melambaikan tangannya ke arahku. Aku selalu menolak ajakannya, aku bosan dengan bibir manis kaka senior perempuanku yang dengan seenaknya memarahiku karena seringkali ia melihatku bericara dengan Arga. Selain itu,aku tidak akan pulang bersama yang bukan mahramku. Mungkin Arga belum mengetahui tentang ini. Di saat yang tepat, aku akan menjelaskan semuanya. Bagaimana adab bergaul dengan lawan jenis. Kabarnya, Arga menyukaiku sejak awal MOS. Selain basket, dia pun aktif di berbagai organisasi lainnya. Entahlah, apa aku salah karena selalu menolaknya? Aku mengetahui semuanya, dengan cara aku menolak ajakannya aku kira perlahan-lahan dia akan mengerti bahwa aku lebih baik menjadi temannya saja.Ternyata tidak, malah ia lebih berusaha mendekatiku dan ia lah yang selalu mengulurkan tangannya untuk membantuku tanpa ku minta.

Malam ini dingin sekali. Handphone- ku bergetar. “Besok pulang bersamaku ya. Feliga tidak lupa dengan hari ulang tahunku bukan? Jangan lupa bawa jaket dan izin terlebih dahulu kepada mamahmu. Teman-temanku ikut memeriahkan hari bahagiaku. Kamu bisa kan?” Pesan Blackberry dari Arga  itu aku baca berulang-ulang. Hampir saja lupa. Besok adalah hari ulang tahunnya. Mungkin aku terlalu sibuk dengan perasaanku pada Nuga sehingga aku lupa dengan ulang tahun Arga
.
“Aku belum menyiapkan apa-apa. Acara kaka pasti penuh dengan teman-teman kaka. Aku harap, tidak akan terulang kembali peristiwa tahun lalu.” Balasku dengan cepat. Peristiwa yang memalukan menurutku. Dimana aku di jahili oleh teman-teman Arga di acara ulang tahunnya. Siapa yang ulang tahun, siapa juga yang di jahili. Karena itu, aku sempat di rawat karena penyakit ku kambuh. Penyakit yang bahkan seorang Arga pun tidak mengetahuinya. Aku memang sengaja tak memberitahu siapapun kecuali sahabatku, Nisa. Dari luar, aku terlihat seperti anak yang sehat, tidak lemah, dan orang pun tidak akan menyangka bahwa aku menderita penyakit berbahaya itu.

“Hadirmu lebih penting. Aku sangat berharap kamu datang di hari bahagiaku, Fel.” Balasnya dengan cepat. Aku hanya membaca pesan Blackberry itu. Tak lama kemudian, satu pesan muncul lagi. “Oh ya, ajak Nisa. Aku tahu, kamu hanya bisa pergi ketika Nisa bersamamu. Biarkan Nisa berangkat dengan temanku. Aku tunggu di depan perpustakaan sepulang sekolah.”
Lagi- lagi aku hanya membaca pesan Blackberry itu.

Bagai tombak yg melesat jatuh tepat di dadaku hingga menghujam jantungku. Bisa dibilang saat ini aku dilanda galau. Yak peduli apa katamu. Yang aku tau, hati ku terasa perih.. Tergores sudah hatiku karenanya; Nuga. Deg. Krek. Srek. Saat ku scroll timeline Nuga aku menemukan pandangan yang sangat mengejutkan buatku. Tangisan itu tak terbendung lagi. Yaaaa aku menangis! Tidak. Ini memang fakta. Rasanya sakit sekali. Entah, apa benar Nuga telah memiliki kekasih? Tapi siapa?hatiku bertanya-tanya. Air mataku jatuh tak tertahan. Entah mengapa sebuah tweet Nuga yang ia retweet dari @dwitasaridwita membuat air mataku mengalir dengan derasnya. Ditambah dengan suasana kamar yang sepi. Sendiri. Menangis. Tak ada orang lain yang tahu, hanya aku dan Sang Pencipta.

Perbedaan Interface Microsoft Word 2003, 2007, dan 2010"Tuhan,  aku harus bagaimana? Tolong, jikalau ia memang bukan untukku, hilangkan lah rasa ini terhadapnya. Sungguh, aku belum mampu menjadi seorang Fatimah yang cintanya dalam diam. Rasanya ingin meledak. Aku ingin dia mengetahui semuanya. Aku ingin dia tau, bahwa aku menyukainya.  Selama dua tahun sudah aku mengaguminya. Dan rasa itupun semakin tumbuh hingga kini. Tuhan, sakit sekali rasanya memendam semua ini. Sungguh, aku bukan perempuan yang jahat, yang menumpahkan semuanya disaat statusnya terikat dengan perempuan lain. Egois. Aku tak seperti itu . Namun, aku hanya perempuan biasa. Perempuan yg memendam rasa nya terhadap lawan jenis yang ia sukai dalam diam selama dua tahun. Dua tahun aku mengaguminya, dua tahun pula aku tersiksa. Tersiksa karena rasa itu. Rasa yang seharusnya tidak ada. Rasa yang seharusnya aku buang jauh-jauh. Rasa yang seharusnya tidak tumbuh hingga kini.

Ya Tuhan,  Hamba-Mu ini lemah. Saat ini hamba hanya bisa meringis , terisak, dan memohon kepada-Mu. Aku yakin Kau pasti dengar. Aku yakin Kau pasti menghitung seberapa banyak air mata yang jatuh berlinang saat ini. Aku ingin yang terbaik ya Tuhan. Karena aku tau, sampai kapan pun rasa itu harus terbungkus rapi dan tersimpan di dalam hati yang paling dalam untuk tidak di ungkapkan kepada ia;Nuga. Ia bukan mahramku. Dan aku tak ingin mengatakan kata anugerah itu kepada yang bukan halalku. Aku bingung."  Air mata itu terus mengalir deras di pipiku dalam rapalan doaku.

 Kau tau? Itu memang resiko mencintai dalam diam. Kadang, kita harus merelakan ia untuk perempuan lain. Perempuan yang belum tentu menjadi jodohnya. Tak ada kata lain  selain "sakit" saat ini.  Hanya tangisan yang berbicara. Hanya dalam rapalan doa aku menumpahkan segalanya kepada-Nya.

Keesokan harinya saat jam istirahat..

"Apa cakepnya sih Nuga?apa yg buat lo segitunya sama Nuga?Dia itu biasa aja. Kok lu bisa suka?Apa karena dia anak basket huh? Selera lo aneh banget Fel!" gerutu Hana.
"Aku menyukainya karena.... halah peduli amat sih? Mau dia anak basket kek, futsal kek, rohis kek, atau apapun itu aku tak peduli.  Aku hanya merasa nyaman saat memerhatikannya walaupun dalam kejauhan. Kau tau? Sepertinya ia menyukai warna merah. Lihat saja di tangannya. Ia tak pernah melepas gelang berwana merah itu dari tangannya. Jaket merahnya juga. Aissshh coba kau perhatikan.  Nuga itu "Tiada hari tanpa jaket". Dia selalu memakai sweater. Aku sangat suka ketika ia memakai sweater berwarna merah. Bagiku, warna merah itu Elegan. Apalagi kalau Nuga yg memakainya.Aku suka semua yang ada pada dirinya. Termasuk mengagumi dia dalam diam”, tukasku.

 “Bagaimana  dengan Kak Arga Fel? Cowok setampan itu selalu lo hindari? Lo tipe ceweknya banget. Dia selalu ngejar-ngejar lo kan? Dan lo gak ngerespon sedikitpun? Kalau gue jadi lo gue bakal respon balik. Sementara Nuga, lo gak tau perasaan dia bagaimana ke lo. Yang pasti-pasti ajalah Fe”, Timbal Nisa.

“Nis, rasa suka itu gak bisa di paksa. Kamu tahu kan, jauh sebelum aku mengenal Kak Arga, hatiku sudah jatuh terhadap dia. Dia yang selama ini mengisi hatiku.” Jawabku sembari melihat ke arah Nuga yang duduk di depan kantin. Dia tak kalah keren dengan Arga. Sama-sama anak basket yang di gandrungi oleh perempuan. Aku sangat cemburu melihatnya. Arga mengetahui bahwa aku menyukai Nuga. Aku tak habis pikir mengapa ia masih berusaha mengejarku sedangkan dia tahu, bahwa aku tidak akan berpacaran sebelum janji suci terucap.

Bel pulang berbunyi. Langsung aku  rapihkan meja ku dan ku masukkan buku-buku pelajaran yang berat itu. Aku sudah menunggu Arga di depan perpustakaan bersama sahabatku, Nisa.
“Hey, sudah lama ya? Maaf  ya, tadi pelajaran terakhir guru killer. Ngaret banget pulangnya”, seru Arga yang tiba-tiba hadir di depanku. “Iya, tidak apa-apa kak. Mana temanmu yang akan mengantarkan Nisa?”, tanyaku. “Tuh, yang pakai jaket biru. Sebentar lagi dia kesini kok. Tunggu disini aja ya Nis. Aku duluan ya sama Feliga”, kata Arga. “Ok, kak”, jawab Nisa singkat. Aku tersenyum kecut pada Nisa. Terpaksa aku pergi bersama yang bukan mahramku. Namun, aku tetap menjaga jarak di motornya. Arga menyuruhku untuk terlebih dahulu berjalan. Dia bilang “Perempuan itu harus di jaga. Kalau kamu tidak mau berjalan di depanku, biarkan aku menjagamu di sampingmu Fel”. Arga tertawa kecil.

Sampai di Gedung Serba Guna..Acaranya meriah sekali. Mataku menyapu ruangan. Aku lupa, Arga kan anak basket, tentu saja banyak anak basket disini. Nuga diundang gak ya?gerutuku. Ucapan selamat tak henti-hentinya diucapkan untuk Arga. Saat aku melihat tepat ke arah pintu, jaket merah yang sangat aku kenali berjalan ke arah Arga yang berdiri di sampingku. “Selamat ulang tahun bro! Semoga doi lo peka ya hahaha”, Nuga tertawa sambil melihat ke arahku. Aku hanya menganggapnya dengan tatapan biasa saja. Padahal, aku merasakan getaran hebat saat matanya bertemu dengan mataku. Arga melihat ke arahku dengan perasaan aneh. Acara berjalan dengan lancar. Menjelang akhir acara, Arga berbisik padaku. “Ikut ke taman yuk, ada yang ingin aku bicarakan terhadapmu Fel.” Ada apa dengan Arga?batinku.  “ Oh iya”, kataku.
Di taman..

“Mau dimulai darimana dulu? Dari soal Nuga atau Arga?” ledeknya. Aku hanya tersenyum. Aku lipat kedua tanganku di bawah dagu , bersiap untuk mendengarkan apa yang akan ia bicarakan. “Baiklah, kali ini aku ingin serius berbicara denganmu.Aku sudah lama menyukai adik kelas. Aku menyukainya dari awal aku melihatnya. Dia terlihat agamis, itu tipe cewekku banget. Setiap kali aku dekati, dia seringkali menghindar. Selama ini aku mencari tahu tentangnya lewat sahabatnya bernama Nisa. Dia sosok cewek yang periang. Jujurlah, mengapa matamu sembab? Aku bisa melihatnya Fel.” Tanya nya. “ Ku mohon, jangan menatapku seperti itu kak. Aku mengetahui kakak menyukaiku. Nisa pun menceritakan semuanya. Dan aku pun tahu, bahwa kaka mengetahui kalau aku menyukai Nuga. Aku salut denganmu, kak! Kakak masih berusaha mendekatiku disaat kakak telah mengetahui aku menyukai teman dekatmu sendiri, Nuga. Aku menyukainya sudah dua tahun. Jauh sebelum aku mengenal dirimu, kak. Satu yang tak pernah Nisa ceritakan kepadamu, aku tak akan pernah berpacaran sebelum janji suci terucap di depan ayahku. Aku selalu menunggu Nuga. Aku tahu itu sangat sakit untukmu. Maafkan Feliga, selama ini kakak baik sekali. Namun Feliga  hanya menganggap kakak sebagai teman, tidak lebih.” Aku menjelaskannya dan tersadar bahwa aku meneteskan air mata. Aku merasakan tubuhku mulai melemah. Pusing melandaku. Namun aku tahan sebisa mungkin.

“Hapus airmatamu sekarang. Maafkan aku telah membuatmu menangis. Maafkan aku yang selalu mendekatimu. Sekarang aku mengerti, mengapa kamu selalu menjauhiku dan menolak ajakan untuk pulang bersamaku. Fel, Nuga menyukaimu.” Seru Arga. Dalam keadaan mataku yang hampir kabur, aku sempat melihatnya menitihkan air mata. “Ja….”, belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, aku jatuh tersungkur tidak sadarkan diri.

Di rumah sakit..

“Fel, aku benci terhadapmu. Mengapa kau tak memberitahuku tentang Leukimia ini?”, Tanya Arga. “Maaf. Aku hanya tak ingin memberatkan siapapun  tentang penyakitku ini. Hanya Nisa lah yang aku beritahu. Kak, jangan coba menghiburku dengan kata-katamu di taman. Nuga sama sekali tak pernah berbicara satupun kepadaku. Mustahil itu terjadi.” Arga menatapku nanar. “Maafkan aku, karena aku tak pernah menyampaikannya padamu. Aku kira di saat hari ulang tahunku lah waktu yang tepat untuk mengatakannya. Aku egois. Aku tak ingin kamu tahu bahwa Nuga memiliki perasaan yang sama terhadapmu. Saat itu aku cemburu. Nuga pun tidak tahu kalau aku menyukaimu. Ia baru mengetahuinya setelah kau masuk rumah sakit sebab di taman kau pingsan secara tiba-tiba. Dia tak kalah khawatirnya dariku. Sekali lagi, maafkan aku. Aku akan memanggil Nuga kesini untuk menjelaskan semuanya. Siapapun pilihanmu itu pasti yang terbaik. Jangan menyerah dengan penyakit ini. Kamu perempuan terkuat yang pernah aku kenal.” Matanya masih menatapku. “Kak, aku menyayangimu seperti aku menyayangi kakak ku. Aku mencintaimu karena Allah. Berubahlah, cari ilmu agama sebanyak-banyaknya agar kaka lebih banyak tahu.” Arga hanya mengangguk dan tersenyum.

Pintu terbuka. Nuga berjalan ke arahku. Lalu dia tersenyum dan membuka dengan sebuah pertanyaan. “Bagaimana keadaanmu sekarang Fel? Aku yakin kamu perempuan kuat. Tolong, jangan kecewakan aku. Apa yang di ceritakan oleh Arga adalah benar. Aku pun selalu menunggumu. Aku ingin membiarkanmu mengejar citamu. Sengaja aku memendam semuanya karena aku tak ingin mengusik kehidupanmu. Inilah pertama kalinya aku berbicara terhadapmu. Karena selama ini aku tak mampu berbicara terhadapmu langsung karena hatiku selalu bergetar saat aku di dekatmu. Aku kesal saat Arga di dekatmu. Saat ia selalu ada untukmu. Mengapa bukan aku? ” Inilah pertama kalinya aku melihat seorang lelaki yang selama ini ku cintai dalam diam mengutarakan perasaannya. Berbicara dengan meneteskan air matanya.

“Nuga, ketahuilah aku pun memiliki perasaan yang sama terhadapmu. Dua tahun aku memendamnya. Jangan menyesali semuanya. Karena ini memang sudah jalannya. Aku kira, kamu sudah memiliki kekasih hahahaha aku melihatnya di tweet mu hehe.. Soal Arga, dia pernah mengutarakan perasaannya padaku. Dia sudah aku anggap sebagai kakak ku. Dia sangat perhatian padaku tidak seperti kamu yang bahkan melirikku saja tidak”,  jelasku. “Oh twitku yang itu. Itu hanya kejahilan ku saja. Apa yang aku retweet bukan berarti itu adalah aku, kan? Sekarang bagaimana inginmu?”, sergah Nuga. “Tolong panggilkan semua yang diluar. Bilang pada mereka, masuklah aku ingin berbicara.” Kataku terbata-bata.

Semua orang berkumpul mengelilingiku di dalam ruangan itu. Ada keluargaku, sahabatku, Nuga, dan Arga. “Semuanya, Feliga gak bisa lama-lama. Maafkan Feliga karena mengecewakan kalian semua. Jadilah lebih baik sepeninggal Feliga. Jangan ada yang menangisi kepergian Feliga. Feliga akan senang disana melihat kalian tersenyum”. Semua orang di ruangan itu menangis mendengarnya. Ku lihat Arga dan Nuga pun menangis. “Kak Arga dan Nuga.. rukunlah kalian sepeninggal Feliga pergi. Anggap saja Feliga hanya bagian dari kisah perjalanan hidup kalian. Jangan berat hati untuk menggantikan cinta itu. Ada milyaran perempuan di luar sana yang lebih baik dariku. Aku menyayangi kalian karena Allah. Berubahlah karena Allah. Aku ingin kita semua berkumpul di akhirat kelak”, aku tersenyum dan itu adalah senyuman terakhir untukku pada semua orang.  Aku berada di tempat yang baru pertama aku kunjungi. Pemandangannya sangat indah. Dari kejauhan bidadari melambaikan tangannya ke arahku. Aku menyambutnya dan aku berjalan mengikutinya. Di saat itu juga ECG menampilkan bahwa detak jantungku tak lagi normal. Berhenti. Aku tertidur untuk selamanya dalam istana mungilku yang dipenuhi rumput hijau bertuliskan sebuah nama, “Feliga Resta Salsabila.”

SINOPSIS BIARKAN MENGALIR SEPERTI AIR

Alea, remaja enam belas tahun yang berulang tahun setiap bulan Januari tidak pernah berharap Tuhan mendatangkan sahabat seperti seriga...