Minggu, 05 April 2015

Sebuah benda; kunci

Kau tahu, benda apakah ini?
Setahun silam, jumlahnya masih dua, dan tentunya masih utuh pula. Tidak seperti sekarang.

Masih ingatkah saat senja terakhir adalah benar-benar yang terakhir? Masih ingatkah saat ratusan kupu-kupu di tepi danau senja menari riang menunjukkan siluet tubuhnya yang indah berwarna-warni? kau bilang, "kupu-kupu yang menentramkan." Dahulu, tidak untuk sekarang.

Hingga amarah besarmu memuncak, satu persatu kelinci masuk ke tempat persembunyiannya. Takut. Mereka takut melihat wajahmu. Amat seram. Menangis dalam setiap loncatan dengan tapak kaki yang mereka gurat di tanah. Sesekali kedua telinganya bergerak ke kanan-kiri mencuri situasi apakah sudah tenang seperti sebelumnya? "Tidak," itu jawabannya.

Parahnya, kau membuang satu kunci dalam genggaman tanganmu. Menggores hati seseorang tanpa ampun. Dibalik pohon rindang nan besar itu kan? Kau buang ke arah mana benda itu? Danau senja?
Sekarang, kau datang untuk menanyakan kembali kemana benda yang telah pergi itu. Bukan bendanya, tetapi pemiliknya, iya kan? jujur saja. Dahulu, seseorang telah kau buat ramai hatinya. Satu tahun silam, semua masih terekam dengan baik. Hingga akhirnya, seseorang yang entah siapa namanya, memutuskan untuk pergi dalam kehidupanmu. Selama-lamanya. Tak akan pernah kembali. Bukan, bukan karena benda yang pernah kau buang itu. Ini bukan soal asmara. Ini tentang "Penghuni hati". Allah dulu, Allah lagi, Allah terus...

Pengakuan terlarang dari seseorang tempo hari. Bah, menurutku itu hanya sebuah ilusi perasaan saja. Yakinlah, jika dirimu memang melibatkan Allah dalam hatimu, sesukar apapun kau ingin melepaskannya, pastilah bisa. Tidak ada yang tidak bisa kau lepas, kecuali "makhluk pengganggu" lebih pandai dan kuat dari dirimu. Buanglah perkara tentang benda yang pernah membuatmu menangis di penghujung malam.

Jangan kau seriusi tulisan ini. Tidak pernah pula aku menyuruhmu untuk tenggelam dalam tulisan ini. Perhatikan saja apa nasihat yang ada didalamnya (itupun kalau ada). Penulisnya saja menuliskan ini sambil tertawa renyah.




05/04/15

SINOPSIS BIARKAN MENGALIR SEPERTI AIR

Alea, remaja enam belas tahun yang berulang tahun setiap bulan Januari tidak pernah berharap Tuhan mendatangkan sahabat seperti seriga...